Potensi kebahagiaan sedang tinggi-tingginya ketika roti, cokelat, buku yang menarik, dan langit biru sedang bersatu padu pada waktu ini. Tapi tetap pilu kalau disandingkan dengan cerita yang dituturkan buku biru yang sedang bersama saya ini.

Biru Laut, tokoh di novel Laut Bercerita ini adalah semangat dalam menolak lupa untuk apapun yang terjadi pada tahun-tahun ketika banyak orang dihilangkan begitu saja.

Novel yang harus pelan-pelan saya baca, selain karena saya tidak rela berpisah terlalu cepat, ada beberapa jeda yang membuat saya harus bernapas dan mencari tahu lebih banyak lagi.

Sama ketika membaca buku Ariel Heryanto “Identitas Politik dan Kenikmatan” yang juga banyak bercerita tentang masa orde baru atau film-film seperti The Shadow Play: Indonesia’s Year of Living Dangerously. Begitupula cerita-cerita Benedict Anderson, peneliti yang begitu mencintai Indonesia dan menitipkan pemikirannya tentang apa itu nasionalisme.

Entah sejak kapan saya begitu tertarik dengan cerita pada masa itu. Katanya semesta memang selalu membantumu untuk mencari cara menemukan apa yang kamu inginkan. Atau apa yang memang seharusnya kamu ketahui.

Ya, mungkin sejak membaca buku sejarah waktu SMP yang selalu membuat saya bertanya-tanya tapi tidak tahu kemana saya harus mendapatkan jawabnya. Hingga cerita seorang ayah teman saya yang ingin membakar salah satu buku kiri anaknya. Saya lalu sadar ada banyak hal yang mungkin memang harus saya cari.

Saya baru saja berumur satu tahun ketika rezim itu berakhir, tapi hingga di umur 20 tahun saya ini ternyata masih banyak perjuangan yang belum berakhir. Salah satunya hak untuk mengetahui mereka yang telah hilang dan kejelasan akan narasi sejarah negeri ini.

Mungkin kenyataan itu yang membuat saya mencari tahu sampai saya sendiri kadang tidak menyangka dan ingin lari saja. Tapi saya tidak bisa apatis seperti itu.

Karena sayangnya, saya telah jatuh cinta dengan negara ini.

Bukan karena cerita pada masa itu, tapi karena negara ini membuat saya percaya tetap ada orang-orang yang menyalakan lilin-lilin kecil dibalik gelapnya malam. Orang-orang yang juga percaya akan keabadian maknawi, bukan ragawi. Dan mereka hidup di negara ini sehingga kita mungkin saja bisa untuk kembali jatuh cinta berkali-kali.

Sekalipun mungkin sulit, lama, dan jauh.

Tapi bukannya cinta tidak mengenal jarak dan waktu?.

Selamat jatuh cinta.

Makassar, 15 Maret 2018

“Kepada mereka yang dihilangkan dan tetap hidup selamanya” -Laut Bercerita, Leila S. Chudori.