Mungkin menyenangkan sesekali menulis sesuatu yang sederhana tapi sedang ingin kita maknai sedalam-dalamnya. Kalau begitu-entah kepada siapa tujuan perizinan ini-izinkanlah saya menuliskannya dengan sebebas-bebasnya.

Lucu juga ya meminta izin atas sesuatu yang sebenarnya memang sudah menjadi hak saya sebagai pemilik blog ini. Tapi apa yang saya tulis dan bagaimana huruf-huruf di sini bisa saling bertemu lalu menghasilkan makna adalah sepenuhnya tanggung jawab saya. Jadi kalau boleh meminta sekali lagi, setelah membaca pendapat apapun di sini carilah teks lain yang mungkin bisa menyempurnakan atau bantahlah dengan pernyataan lain yang mungkin mengingatkanmu tiba-tiba. Dengan cara seperti itu, tulisan yang remeh ini bisa sangat amat menyenangkan. Setidaknya.

Tunggu…

Sepertinya saya terlalu serius untuk awalan tulisan yang saya niatkan sederhana ini.

Tapi hari ini mungkin penting mengingatkan bahwa pernyataan yang bertanggung jawab sangat dibutuhkan di negeri ini.

(Serius lagi! Hahaha)

Hari ini sebenarnya bukanlah hari yang spesial. Hari ini hanya Hari Senin yang bagi kebanyakan orang menyebalkan karena itu artinya setelah libur di Hari Minggu, mereka harus kembali bersekolah atau bekerja. Hari ini juga bukan hari peringatan tentang apapun itu, entahlah kalau kamu mengeceknya di google. Tapi saat ini memang sedang tidak ada perayaan apa-apa.

Hanya saja di hari ini saya sedang sakit jadi saya menyediakan waktu luang untuk beristirahat di rumah. Sekarang ini seorang suami dan seorang kakak juga sedang pulang ke rumah setelah sebulan lebih di pulau seberang sana untuk bekerja. Bukan sesuatu yang spesial juga mereka pulang, bukan karena ada yang sedang ulang tahun atau ingin merayakan sesuatu. Tapi mereka pulang hanya karena sudah waktunya untuk membalas rindu tentang apapun itu.

Baru-barusan ini saya membeli buku puisi yang berjudul “Tempat Paling Liar di Muka Bumi” karya pasangan suami istri, Theoresia Rumthe dan Weslly Johannes. Saya iri sekali mereka bisa saling mencintai melalui kata-kata dengan cara seperti itu. Mereka saling menulis puisi tentang satu sama lain dan tentang kehidupan mereka yang sederhana. Kata-kata itu hidup dan berhasil membuat saya ikut merasakan cinta itu. Ada satu kalimat yang sangat menyenangkan dari mereka.

            Semua terjadi tanpa debar apapun karena dia bukanlah sesuatu yang asing.

Rasanya ingin meminjam kalimat itu suatu hari nanti kalau diminta menjelaskan tentang seseorang yang saya pilih untuk hidup bersama.

_

Mungkin sangat menyenangkan tidur seranjang dengan orang yang punya kesukaan yang sama denganmu. Apalagi kalau itu soal menulis puisi seperti pada konteks Weslly dan Theo.

Lalu apakah harus selalu sama untuk bisa saling mencintai? Apakah hanya melalui puisi sesuatu dikatakan cinta? atau apakah hanya dengan seikat bunga mawar untuk membuktikan rasa sayang itu? Yang saya lihat dan saya percayai sampai saat ini tentu jawabannya adalah tidak.

Ini bukan untuk menganggap puisi itu bukan sesuatu yang spesial. Saya adalah penikmat puisi garda terdepan dan tentu saya suka menulis puisi untuk siapapun itu.

Tapi saya merasa tidak adil saja kalau hanya hal-hal tertentu (karena hal itu kebanyakan dianggap romantis oleh orang-orang) maka hanya hal-hal itu yang dianggap sebagai sebuah cara untuk mencintai. Mungkin kita juga harus menyudahi untuk mengikuti sesuatu hanya karena mayoritas juga percaya hal tersebut. “Don’t follow majority, follow the truth” ucap tulisan baju seseorang di sebuah acara yang saya hadiri.

Saya cinta puisi dan saya berharap nanti mungkin saya bisa saling bertukar puisi oleh seseorang. Tapi kalaupun ternyata orang itu tidak mau karena dia punya caranya sendiri untuk mengungkapkan sesuatu, ya saya justru senang. Karena saya akhirnya tahu dia orang yang merdeka dan karena dia merdeka maka dia juga pasti memerdekakan kami-berdua.

_

Hari ini sebenarnya saya cuma mau bercerita tentang cara mencintai dua orang yang sangat sederhana dan merdeka (walaupun mungkin mereka tidak sadar akan hal itu).

Sang istri juga adalah pengagum puisi, tapi sebagian besar harinya saat ini dihabiskan dengan membersihkan rumah dan memasak kalau perlu. Dia sudah tahu makanan kesukaan anak-anaknya dan suaminya tentu saja. Kebetulan karena suaminya sedang bekerja di luar kota bersama anak pertamanya, lalu anak keduanya jarang di rumah, dia biasanya hanya membeli makanan untuk kedua anaknya yang lebih sering menghabiskan waktu dengannya. Dia lebih senang menggoreng ikan untuk dirinya sendiri dan memakan sedikit nasi agar lebih sehat.  Sesekali akan terdengar lantunan lagu Siti Nurhaliza atau Rossa dari suaranya yang indah.

Sedangkan sang suami adalah seorang pekerja keras yang sangat logis. Dia adalah anak teknik yang mencintai sejarah. Membaca buku tentang berbagai sejarah negara di dunia, terutama negara-negara di timur adalah kesukaannya. Sering sekali dia berbagai refrensi buku oleh anak keduanya yang juga senang membaca, walaupun kadang anak keduanya tidak mengerti buku sejarah milik papanya itu. Tapi anak keduanya selalu jatuh cinta setiap kali papanya sudah mulai bercerita tentang sejarah dari buku-buku itu.

Sang suami dan sang istri tentu jarang bertemu. Hubungan jarak jauh adalah keniscayaan bagi mereka. Hubungan yang sering diremehkan kekuatannya oleh orang-orang sekarang karena takut dikhianati dari jarak jauh sana. Lagipula konsep cinta seperti apa yang meniadakan kepercayaan? dan bukannya perasaan tidak mengenal jarak? Pertemuan bukanlah soal fisik melulu, begitupula tentu saja cinta.

Hari ini bukan hari ulang tahun pernikahan mereka. Tapi saya ingin merayakan hal-hal sederhana yang mereka lakukan dan berhasil membuat saya ikut merasakan cinta itu, persis seperti puisi Weslly dan Theo. Hanya saja mereka melakukannya dengan cara sang istri yang menelpon menanyakan keberadaan sang suami dan menanyakan pula apakah dia sudah makan atau belum, lalu mungkin setelah mendengar jawaban belum, sang istri dengan segera memotong ikan dan jeruk nipis juga beberapa bawang untuk kemudian ditumis. Setelah itu sang suami pulang dan mereka makan berdua di meja makan sembari bertukar cerita satu sama lain. Anak-anak mereka sudah makan lebih dulu karena kelaparan, tapi sang istri memilih tetap menunggu sang suami untuk makan bersama karena dia tahu rasa ikan itu akan kurang nikmat jika dinikmati sendirian dan dia mungkin tidak mau sang suami merasakan itu.

Setelah makan, mereka berdua lalu duduk dan menonton siaran dangdut di televisi yang mereka sama-sama kagumi. Keduanya memang berbeda secara sifat, yang satu lembut karena berasal dari desa sunyi di pedalaman sana sedangkan yang satunya keras dan lantang karena berasal dari pinggir laut. Satunya penuh pertimbangan dan logis, yang satunya menyukai hal-hal spontan. Tapi musik menyatukan mereka. Terutama jika itu adalah dangdut. Dulu mereka sering memutar Siti Nurhaliza, Nike Ardila, dan Godbless berulang-ulang sepanjang hari membuat anak-anaknya ikut menghapal lirik dan diam-diam juga ikut menikmati lagu mereka itu. Namun akhir-akhir ini mereka sepertinya bersepakat untuk menikmati dangdut tiap malam dari salah satu acara televisi.

Itulah mungkin yang mereka rayakan bersama ketika sang suami pulang ke rumah setiap sebulan sekali. Hal-hal sederhana. Setelah berhari-hari hanya bisa saling menelpon dan menanyakan berbagai hal. Tidak ada bunga, tidak ada puisi (walaupun dulu saya pernah mendapati puisi sang istri), tidak ada kabar sekali sejam, tidak ada candle light dinner saat akhirnya bertemu, bahkan tidak ada ucapan “saya mencintaimu” karena cinta memang selalu punya cara untuk ada dalam bentuk apa saja.

Saya mengagumi mereka dan hal-hal sederhana itu. Mereka juga tidak pernah memamerkan itu di sosial media. Mereka melakukan itu karena untuk diri mereka sendiri, bukan untuk diperlihatkan kepada siapa-siapa, bahkan kepada anaknya sekalipun. Mereka tidak perlu mendeklarasikan kalau itu adalah cinta atau seperti itulah cinta karena yang terpenting saat ini adalah mereka melakukan itu untuk hidup dan bahagia bersama.

Saya menulis ini di kamar saya, mungkin mereka sedang tidur dan tidak sadar anak keduanya sedang menulis membanggakan cara orangtuanya saling mencintai. Padahal mungkin bagi mereka itu semua hanyalah hal yang tidak penting, apalagi untuk dibagi ke orang karena mudah saja untuk menumis sebuah ikan. Tapi saya tidak pernah mau melihat tumisan ikannya, saya bahkan tidak peduli rasanya walaupun saya tahu masakan sang istri tidak pernah mengecewakan lidah siapapun. Sama seperti ketika membaca kata-kata dalam puisi Weslly dan Theo, siapapun bisa menulis kata-kata tapi membuatnya dengan cinta seperti itu mungkin tidak semua orang mampu (atau mau?)

Sederhananya saya percaya apa yang dibuat memakai hati pasti jatuhnya juga akan ke hati.

Ini juga tidak melulu tentang pasangan perempuan dan lelaki. Ini berlaku untuk segala hal. Saya percaya segala sesuatu tentang cinta itu tidak pernah terbatas. Dan menikmati hal-hal sederhana di tengah budaya orang-orang yang suka berlebihan adalah kesenangan sendiri bagi saya.

Sekali lagi hari ini bukanlah hari untuk merayakan apapun. Saya hanya sedang sakit dan kebetulan ingin beristirahat di rumah. Saya kemudian barusan memerhatikan kelakukan kedua orang tua saya dan tiba-tiba saja saya ingin menulis tentang mereka. Saya sebenarnya juga sedang bertanya kenapa hal-hal sederhana seperti itu bisa membuat saya ikut merasakan sebuah perasaan cinta yang dalam. Dan ternyata saya sudah tahu jawabannya.

Mungkin cerita ini hanya tentang hal kecil sekali dan tidak berarti apa-apa bagi orang lain karena ya mungkin orang lain sudah punya ceritanya sendiri. Tapi biarkanlah cinta mereka  yang sederhana itu memiliki ruang kecilnya di sini untuk dimaknai, setidaknya oleh anak kedua mereka yang lebay ini.

Tentu 26 tahun pernikahan bukan hal yang sederhana, ada berbagai kejadian yang tidak mungkin saya ceritakan karena bukan itu yang ingin saya bagi. Walaupun kecewa dan sedih itu pasti. Tapi biarlah hal-hal itu hidup untuk dipelajari oleh hanya saya dan mungkin mereka.

Intinya saya bahagia diperbolehkan lahir dari mereka dan hidup bersama mereka.

Ada banyak kutipan tentang cinta. Silahkan google sendiri. Tapi saya sedang ingin mengutip lagu John Mayer.

Love is a verb, love ain’t a thing.

Terimakasih sudah membaca 🙂